01 Januari 2013
“Mungkin salah satu alasan mengapa Allah SWT melimpahkan
rahmat-Nya kepada penduduk negeri ini adalah ketaatannya
kepada pemimpin”.
Tak banyak kebisingan di jalan
raya, lalu lintas yang teratur, pengendara yang santun, udara yang segar dan
kebersihan kota yang terjaga adalah mungkin menjadi penyebab cintaku kepada
negeri ini. Malaysia memang bukan negeri asalku. Tapi ia cukup membuatku
mengerti hakikat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah segalanya. Darinya
aku juga mendapat pelajaran berharga bahwa pemimpin haruslah ditaati dan
dicintai. Kondisi yang begitu kontras dengan keadaan bangsaku saat ini.
Pagi itu, mentari menyambutku
dari celah jendela apartemen saudaraku bang Dedi Sanjaya yang sedang menempuh
studi pascasarjana disana. Semilir angin seakan menyambut pagi baruku di
Malaysia, suasana bersahabat yang sangat nyaman. Serasa akulah yang sedang
menempuh studi disana. Tidak ada kebisingan, hingar bingarnya kehidupan dan
semuanya terasa begitu sederhana dan berjalan apa adanya. Semuanya benar-benar
dikondisikan untuk kegiatan keilmuan dan pembelajaran. Mahasiswa sibuk mengurus
dirinya sendiri untuk sarapan, kuliah, tugas atau bahkan hiburan yang mereka
adakan dengan teman-teman senegara mereka. Pagi itu aku hanya mengamati kehidupan
dikampus abangku, bang Dedi.
Universiti Utara Malaysia atau
biasa dikenal masyarakat internasional sebagai UUM, berlokasi jauh di pelosok perbatasan
Malaysia-Thailand. Tempatnya yang berada di utara Malaysia membuat kampus ini
seakan menjadi intan di lautan yang dalam. Kampus ini juga merupakan salah satu
kebanggaan warga Malaysia sebagai kampus nomor wahid dalam ilmu manajemen dan
ekonomi perbankan. Tak heran, banyak mahasiswa internasional dari berbagai
negara di dunia datang berguru kesini khusus untuk belajar lebih dalam ilmu
manajemen dan ekonomi.
Apa yang dapat kita ambil
pelajaran dari UUM adalah mereka begitu paham akan konsep lingkungan yang
sangat berperan membentuk mahasiswa (peserta didik). Padahal konsep ini telah
dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara kurang lebih satu abad silam. Konsep ini
biasa kita kenal dengan nama “Trilogi Pendidikan”. Akan tetapi mengapa kita
justru meninggalkan konsep yang telah jelas teruji dan berdampak nyata pada
perkembangan dunia pendidikan kita?
(bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar